Hukum adalah sebuah perkara yang selalu diucapkan oleh setiap
golongan yang memiliki latar belakang yang berlainan; seperti ulama
misalnya berkata “hukum solat adalah wajib”, atau seorang guru yang
berkata pada muridnya “barangsiapa yang datang lambat akan dihukum
berdiri selama satu jam”. Tidak luput dari ucapan seorang filosof yang
berkata “hukum alam sudah menentukan hal tersebut”.
Akan tetapi,
dari sekian orang yang mendengar kata-kata tersebut, sangat jarang yang
mengerti apakah hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok yang
berhubungan dengannya.
Agar dapat memahami apakah hukum itu,
setiap perkara yang berkaitan dengan hukum itu haruslah diteliti,
seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi, dan yang paling penting adalah
tujuan dari wujudnya hukum tersebut.
Dengan mengetahui
perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang sebenarnya
sehingga tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi
kenapa manusia perlu hukum.
Pengertian Hukum
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan sangat beragam sebagai berikut:
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
2.
Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim; putusan-putusan yang
dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan
jurisprudence (yurisprudensi).
3. Hukum diartikan sebagai
petugas/pekerja hukum; hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas
hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandangan ini sering dijumpai
di dalam masyarakat tradisionil.
4. Hukum diartikan sebagai wujud
sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap
sebagai hukum. Seperti perkataan: “setiap orang yang kos, hukumnya harus
membayar uang kos”. Sering terdengar dalam pembicaraan masyarakat dan
bagi mereka itu adalah aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan
sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup
ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan,
kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) uang berlakunya mengikat
kepada seluruh anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
6.
Hukum diartikan sebagai tata hukum; berbeda dengan penjelasan angka 1,
dalam konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan yang saat ini sedang
berlaku (hukum positif) dan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat,
baik yang menyangkut kepentingan individu (hukum privat) maupun
kepentingan dengan negara (hukum publik). Peraturan privat dan publik
ini terjelma di berbagai aturan hukum dengan tingkatan, batas kewenangan
dan kekuatan mengikat yang berbeda satu sama lain. Hukum sebagai tata
hukum, keberadaannya digunakan untuk mengatur tata tertib masyarakat dan
berbentuk hierarkis.
7. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum
mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan
lain-lain, yang berlaku secara umum.
8. Hukum diartikan sebagai
ilmu; hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan
secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat perkara
tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
9. Hukum diartikan
sebagai sistem ajaran (disiplin hukum); sebagai sistem ajaran, hukum
akan dikaji dari dimensi dassollen dan das-sein. Sebagai das-sollen,
hukum menguraikan tentang hukum yang dicita-citakan. Kajian ini akan
melahirkan hukum yang seharusnya dijalankan. Sedangkan sisi das-sein
mrupakan wujud pelaksanaan hukum pada masyarakat. Antara das-sollen dan
das-sein harus sewarna. Antara teori dan praktik harus sejalan. Jika
das-sein menyimpang dari das-sollen, maka akan terjadi penyimpangan
pelaksanaan hukum.
10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial;
hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat. Sebagai gejala
sosial, hukum bertuuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari
berbagai macam kepentingan seseorang dalam masyarakat, sehingga akan
meminimalisasi terjadinya konflik. Proses interaksi anggota masyarakat
untuk mencukupi kepentingan hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan
hukum agar hubungan kerjasama positif antar anggota masyarakat dapat
berjalan aman dan tertib.
Hukum secara terminologis pula masih
sangat sulit untuk diberikan secara tepat dan dapat memuaskan. Ini
dikarenakan hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak,
sehingga tidak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di
dalam suatu definisi. Kenyataan ini juga adalah apa yang diungkapkan
Dr. W.L.G. Lemaire dalam bukunya “Het Recht in Indonesia”.
Sebagai gambaran, Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, memberi contoh-contoh tentang definisi Hukum yang berbeda-beda sebagai berikut:
1.
Aristoteles: “Particular law is that which each community lays down and
applies to its own members. Universal law is the law of nature” (Hukum
tertentu adalah sebuah hukum yang setiap komunitas meletakkan ia sebagai
dasar dan mengaplikasikannya kepada anggotanya sendiri. Hukum universal
adalah hukum alam).
2. Grotius: “Law is a rule of moral action
obliging to that which is right” (Hukum adalah sebuah aturan tindakan
moral yang akan membawa kepada apa yang benar).
3. Hobbes: “Where
as law, properly is the word of him, that by right had command over
others” (Pada dasarnya hukum adalah sebuah kata seseorang, yang dengan
haknya, telah memerintah pada yang lain).
4. Phillip S. James:
“Law is body of rule for the guidance of human conduct which are imposed
upon, and enforced among the members of a given state” (Hukum adalah
tubuh bagi aturan agar menjadi petunjuk bagi kelakuan manusia yang mana
dipaksakan padanya, dan dipaksakan terhadap ahli dari sebuah negara).
5.
Immanuel Kant: “Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan
kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan”.
Akan tetapi, walaupun tidak mungkin
diadakan suatu definisi yang lengkap tentang apakah hukum itu, namun
Drs. E. Utrecht, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Dalam Hukum
Indonesia”, telah mencoba membuat sebuah batasan, yang maksudnya
sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Batasan
tersebut adalah “Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib
suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”.
Selain dari Utrecht, sarjana hukum lainnya juga telah berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu:
1.
Prof. Mr. EM. Meyers: “Hukum adalah semua peraturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan pada tingkah laku manusia dalam
masyarakat dan menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam
melakukan tugasnya”.
2. Leon Duquit: “Hukum adalah aturan tingkah
laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat
tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
3. SM. Amin, SH.:
“Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma
dan sanksi-sanksi yang disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah
mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan
ketertiban terjamin”.
4. MH. Tirtaatmidjaja, SH.: “Hukum adalah
seluruh aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu, akan membahagiakan diri
sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaan dan
didenda”.
5. Wasis Sp.: “Hukum adalah perangkat peraturan baik
yang bentuknya tertulis atau tidak tertulis, dibuat oleh penguasa yang
berwenang, mempunyai sifat memaksa dan atau mengatur, mengandung sanksi
bagi pelanggarnya, ditujukan pada tingkah laku manusia dengan maksud
agar kehidupan individu dan masyarakat terjamin keamanan dan
ketertibannya”.
Unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Setelah melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selanjutnya,
agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri
hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai
berikut:
a. Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Setiap
orang berkewajiban untuk bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat,
sehingga tata-tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu, hukum meliputi pelbagai peraturan yang
menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
yakni peraturan-peraturan hidup bermasyarakat yang dinamakan dengan
‘Kaedah Hukum’.
Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar suatu
‘Kaedah Hukum’ akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran ‘Kaedah
Hukum’) yang berupa ‘hukuman’.
Pada dasarnya, hukuman
atau pidana itu berbagai jenis bentuknya. Akan tetapi, sesuai dengan Bab
II (PIDANA), Pasal 10, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah:
• Pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
• Pidana tambahan:
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Sedangkan
sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang
tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya. Ini
harus diadakan bagi sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum itu dapat
ditaati, karena tidak semua orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum
itu.
Fungsi dan Tujuan Hukum
Keterangan
yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan yaitu hukum selalu
melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka
hukum memiliki fungsi: “menertibkan dan mengatur pergaulan dalam
masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”. Lebih
rincinya, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:
1.
Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti,
hukum berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2.
Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin:
dikarenakan hukum memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan,
maka hukum dapat memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa
yang salah, dan siapa yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat
ditaati dengan ancaman sanksi bagi pelanggarnya.
3. Sebagai sarana
penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat
digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini
hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4.
Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya,
siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum
konstitusi negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti
contoh persengekataan harta waris dapat segera selesai dengan ketetapan
hukum waris yang sudah diatur dalam hukum perdata.
6. Memelihara
kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan
yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan
esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Dari sekian
penegertian, unsur, ciri-ciri, sifat, dan fungsi hukum, maka tujuan dari
perwujudan hukum itu haruslah ada. Sesuai dengan banyaknya pendapat
tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan
pendapat antara satu ahli dengan ahli yang lain. Berikut ini beberapa
pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum:
1. Prof. Lj.
Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat
secara damai dan adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan
masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan
yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh
(sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat
dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan
utilitis.
2. Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan
semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai
apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
3. Prof.
Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani
tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi
masyarakatnya.
4. Geny (Teori Ethic): Menurut Geny dengan teori
etisnya, bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan
hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil
atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi
tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada tiap-tiap batin
orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan kebenaran.
5.
Jeremy Bentham (Teori Utility): Menurut Bentham dengan teori
utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi
orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi
orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Maka
teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah
sebanyak-sebanyaknya.
6. J.H.P. Bellefroid: Bellefroid
menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut. Menurut Bellefroid, isi
hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah.
7.
Prof. J Van Kan: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap
manusia supaya kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan
tujuan ini, akan dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap
orang lain, karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
Jadi
Sebagai kesimpulan, Pengertian hukum itu sangat banyak karena terdapat
banyak sisi pandang terhadap hukum, akan tetapi, sebuah definisi bagi
hukum yang dapat menjadi pedoman adalah “Hukum itu adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang
mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu”
Unsur-unsur hukum adalah peraturan tingkah laku
manusia yang diadakan oleh badan resmi, bersifat memaksa, terdapat
sanksi tegas bagi pelanggarnya; dan ciri-cirinya adalah terdapat
perintah dan/atau larangan serta harus dipatuhi setiap orang; sedangkan
sifatnya adalah mengatur dan memaksa.Fungsi hukum adalah sebagai alat
pengatur tata tertib, sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
lahir dan batin, sebagai sarana penggerak pembangunan, sebagai penentuan
alokasi wewenang, sebagai alat penyelesaian sengketa, berfungsi
memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah; dengan tujuan mengatur tata tertib dalam
masyarakat secara damai dan adil, dapat melayani kehendak negara yaitu
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat, demi keadilan
dan/atau berfaedah bagi rakyat yang mana dapat menjaga kepentingan
rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar