Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, bukan masa transisi yang selama ini digaungkan. Karena mereka dicap tengah mengalami kegamangan, akibatnya, sebagian remaja yang sewaktu kanak-kanak telah dididik dengan baik oleh orangtuanya merasa perlu mencari identitas baru, identitas yang berbeda dari yang mereka miliki sebelumnya. Apa akibatnya ? Ada remaja kita yang terjebak dalam arus coba-coba. beberapa remaja putri mencoba berbagai dandanan, make up dan aksesoris yang menyeret mereka pada perilaku konsumtif dan kecenderungan tabarruj, sementara yang putra mulai membolos sekolah dan merokok. Beberapa mencandu narkoba dan bergaul terlalu bebas.
Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan fisik, kognitif (pemikiran) dan psikososial (emosi dan kepribadian) remaja berbeda dengan keadaan pada tahap perkembangan lain. Karena sudah baligh, mereka menanggung kewajiban beribadah wajib. Kewajiban menunaikan ibadah wajib ini ditunjang oleh perubahan raga yang makin menguat dan membesar, sekresi hormon baru, dan perubahan taraf berfikir mereka. Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya.
Secara fisik, remaja mampu melaksanakan puasa dan shalat, maupun perjalanan haji, walaupun umumnya mereka belum memiliki kemandirian untuk membayar sendiri zakatnya. Secara kognitif, remaja mampu memaknai makna yang mendalam dari dua kalimat syahadat. Remaja makin mampu menangkap dan memahami konsep-konsep abstrak yang sebelumnya hanya mereka pahami sebagai pengetahuan satu arah. Mereka mampu memaknai ayat dan hadits-hadits yang mereka pelajari sewaktu kecil, dan mampu menangkap fenomena alam sebagai bukti dari keberadaan 4JJ1.
Proses ini bila tidak ditunjang dengan tuntunan dan bimbingan yang tepat, dapat membuat pencarian mereka atas nilai dan tujuan hidup mereka tidak terpenuhi, atau didapat dari sumber lain yang telah terkorosi oleh hawa nafsu manusia dan disesatkan oleh syaithan. Na’udzubillahi min dzalik.
Bagaimana pementor dapat membantu remaja yang dibinanya ?
Pertama, mereka harus diingatkan pada fitrah keislamannya. Tingkatkan keimanan mereka, Buat mereka nyaman berIslam, bersentuhan langsung dengan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam Islam dan buat mereka patuh akan kewajiban sebagai seorang muslim dengan cara-cara yang baik.
Kedua, bantu remaja untuk mengerti perubahan-perubahan yang dialaminya. Hormon-hormon baru yang mereka miliki menghasilkan dorongan-dorongan fisik yang harus mereka kelola. Mentor dapat membantu mereka untuk menumbuhkan kendali diri (self control) yang Islami. Ajarkan bahwa wudhu dapat menurunkan kemarahan dan meredam emosi, shalat bisa mencegah mereka dari perbuatan keji, dan puasa dapat mematangkan emosi dan menumbuhkan kemandirian mereka. Tumbuhkan Izzah (kebanggaan) mereka sebagai muslim. Dorong mereka untuk menjaga kesehatan, mengapai prestasi, sehingga mereka mampu menjadi qudwah di lingkungannya.
Ketiga, dekatkan mereka pada Al Qur’an. Buat mereka suka berinteraksi dengan Al Qur’an dan terbiasa. Kedekatan remaja dengan Al Qur’an akan menjaga mereka dari pengaruh buruk.
Keempat, tumbuhkan Muraqabah mereka pada 4JJ1. Ingatkan mereka untuk takut pada 4JJ1 dan pengawasannya yang tak pernah henti, tanamkan rasa malu dan ajarkan tentang akhlak tehadap diri sendiri. Mentor dapat lebih membantu dengan memberikan contoh-contoh perilaku yang terpuji yang bisa mereka ikuti
Membahas tentang remaja tidak ada habis -habisnya. Membina remaja tidak ada henti-hentinya. Kita mengharapkan 4JJ1 dapat melapangkan dada-dada mereka untuk mau menerima hidayah yang datang melalui lisan kita, memudahkan usaha kita, mengeratkan hati kita dan mereka, dan semoga, walaupun mungkin lama, 4JJ1 menggabungkan kita dan mereka dalam barisan pengemban risalahNya. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin.
keyword: pidato tentang remaja, remaja masa kini, perilaku remaja masa kini, remaja islam masa kini, pidato kenakalan remaja masa kini, perkembangan remaja masa kini, pelajar masa kini, remaja muslim masa kini, prilaku remaja masa kini, pidato untuk remaja, pemuda masa kini, pidato tentang remaja masa kini, pidato tentang masa remaja, Pidato remaja masa kini, remaja islam kini, pidato pergaulan remaja masa kini, contoh pidato remaja masa kini, pidato bertema remaja, contoh pidato tentang remaja masa kini, contoh pidato tentang remaja, pidato tentang remaja zaman sekarang, dunia islam masa kini, perilaku remaja masa sekarang, pidato tentang dunia remaja, dunia remaja masa kini, pemuda islam masa kini, Tentang remaja masa kini, sifat remaja masa kini, pidato tentang remaja jaman sekarang, Pidato remaja
Membangun Generasi Tangguh
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisâ’ [4] : 9)
“Pemuda hari ini, pemimpin masa mendatang.” Semboyan inilah yang harus dipegang teguh oleh seluruh elemen bangsa. Khususnya oleh para pemuda di saat semakin marak terjadi degradasi dan dekadensi moral (etika). Ironis memang terhadap apa yang terjadi saat ini; dengan pelbagai permasalahan dan konflik yang semakin menjamur. Mulai dari ‘orang kecil’ sampai ‘orang besar’ tak mengenal batas. Karenanya, sudah menjadi tanggungjawab bersama di pundak para pemuda untuk terus berkarya, menempa diri demi memperbaiki kondisi bangsa.
Momen yang tepat bagi kita bersama untuk mengulas kembali (flashback) terhadap apa yang telah diperjuangkan oleh para pemuda pada 83 tahun yang lalu demi sebuah pengakuan terhadap eksistensi bangsa dan pemuda. Peristiwa yang menandai lahirnya sebuah bangsa yang bertekad menjadi satu bangsa, tanah air, dan bahasa. Kerelaan mengorbankan jiwa, raga, dan tenaga untuk menjadikan bangsa yang lebih bermatabat. Semangat yang membara, gigih, dan kritis selalu ditonjolkan dan dikibarkan, karena memang itulah cermin diri sebagai seorang pemuda.
Peran pemuda yang sering disebut sebagai agent of change memang sangat penting dalam proses rekontruksi bangsa. Kontribusi aktif pemuda amatlah dibutuhkan dalam segala lini dan aspek. Bangsa yang besar berawal dari pemuda yang besar pula. Bagaimana akan menjadi bangsa yang besar jikalau pemudanya selalu dibuai dengan kesenangan-kesenangan belaka tanpa berfikir panjang terhadap konsekuensi yang akan terjadi pada akhirnya.
Jika demikian halnya, dengan membiarkan virus ini semakin menjadi dan tidak mau peduli, maka hal itu dapat menggerogoti, menghancurkan, bahkan memporak-porandakan mental dan moral dari suatu bangsa. Sebab, eksistensi dari seorang pemuda terlihat ketika ia telah mampu menyinergikan sumber daya yang ia miliki secara total.
Mulai dari Sekarang!
Langkah awal dalam rangka memperbaiki karakter bangsa adalah mencetak dan melahirkan sebagai generasi yang tangguh. Generasi yang tahan banting terhadap persoalan kekinian yang kian kompleks. Generasi yang memiliki kredibilitas super yang mampu mengaplikasikan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan dan kemampuan. Maka dalam rangka mencetak generasi yang tangguh ini, menurut penulis, setidaknya ada 3 syarat yang harus ada.
Pertama, Tangguh Emosional-Spiritual. Tentunya dalam pembentukan generasi yang tangguh bermula dari dalam diri (internal). Kebersihan hati memegang peran penting di sini. Hati harus bersih dari segala noda-noda dan pelbagai macam ‘kepala unggas’ yang selalu menyeru untuk menuruti hawa nafsu. Dengan demikian, segala yang diamalkan itu tidak akan beroposisi dengan jalur yang telah ditentukan syari’at (ad-dîn).
Contoh sederhana kemampuan me-’manage’ emosi dapat terlihat ketika ia mampu bersikap ramah sebagai peredam amarah. Sikap marah tidak dihadapi dengan marah pula yang kemudian menjadi ‘marah kuadrat’ (semakin menjadi marah). Dapat dianalogikan dengan sebuah batu. Manakala batu tersebut dibenturkan dengan batu lainnya tentu yang terjadi antara keduanya atau bahkan semua akan menjadi pecah. Namun, jikalau batu itu dihantamkan dengan tanah liat yang bersifat lentur maka yang terjadi ialah kebersatuan, antara keduanya.
Seorang pemuda pula haruslah memiliki cinta (mahabbah) kepada Sang Pemilik cinta itu secara total. Menjalankan perintah-Nya dan segenap amaliah sunnah didalamnya dan berusaha menjauhi larangan-Nya yang tentunya berlandaskan hati yang ihklas dan tulus. Ibnu Athaillah, dalam kitabnya al-Hikam, menyatakan bahwa ikhlas merupakan ruh dari segenap perbuatan (amaliah). Fungsi dari hati yang ikhlas itu akan menjernihkan, menetralisir, dan menyucikan setiap ‘gerak-gerik’ yang keluar dari tubuh manusia itu sendiri. Sehingga amal itu tidak menjadi sia-sia dan tentu membuahkan hasil yang bermanfaat.
Seorang sufi perempuan Râbiah al-Adawiyah, menggambarkan bahwa cinta yang sebenarnya hanyalah milik Allah SWT semata. Baginya, kecintaanya kepada makhluk akan dapat mengganggu kecintaanya kepada Rabb-nya. Sehingga setiap relung hati hanya terisi oleh “cinta abadi”. Begitu halnya dengan wasiat utama Luqman al-Hakim, yang berpesan kepada anaknya untuk selalu menomorsatukan Allah SWT dalam berbagai macam keadaan. (Q.S. Luqmân [31] : 13).
Tentunya ini mengindikasikan bahwa walau bagaimanapun Allah SWT haruslah didahulukan. Salah satu contoh kecil yang sering terjadi ialah, terkadang sementara orang di antara kita ketika waktu shalat datang, akan tetapi seolah tidak mendengar dan menghiraukan panggilan-Nya. Lalu, menunda-nunda untuk melakukan shalat. Sifat menunda-nunda inilah yang selalu dikumandangkan oleh para ‘syetan’ yang telah berjanji kepada Allah SWT untuk senantiasa membuat manusia lalai kepada-Nya.
Manakala keadaan spiritual dari seorang pemuda telah kuat, maka dalam melakoni kehidupannya tentu tidak akan berlandaskan pada hawa nafsu belaka. Kecenderungan memutuskan secara sepihak, dalam artian mementingkan hawa nafsu belaka ini akan menimbulkan ‘kerusakan’ hasil paripurna dari sebuah amaliah.
Kedua, Tangguh Intelektual. Selanjutnya, pemuda pula harus memiliki wawasan yang luas. Berinteraksi dengan zaman. Membaca terhadap kejadian yang ada. Seorang pemuda yang intelek tidak akan merasa puas terhadap hasil yang telah ia gapai. Rasa hausnya terhadap ilmu pengetahuan tiada pernah berhenti. Bisa diibaratkan dengan seorang yang meminum air laut, semakin ia minum maka bukan hilang rasa dahaganya, melainkan semakin haus yang ia rasakan.
Tindakan dari seorang pemuda yang “intelek”, tercermin dari setiap kebijakan yang ia ambil. Tidak sembarang men-’justice’ tanpa dasar. Tidak berbicara tanpa manfaat. Tentunya, semua itu bermuara pada pelbagai sumber dan pemahaman kontemplatif.
Lebih lanjut lagi, peran kontruktif-transformatif seorang pemuda sangatlah berpengaruh dalam menyongsong sebuah ‘kesuksesan’. Penulis maksudkan di sini ialah selalu melakukan pemba(ha)ruan (tajdîd) dan berkolaborasi sehingga tidak terjadi ‘kebekuan’ tanpa adanya perubahan. Di samping selalu aktif dan kreatif mengambil setiap kesempatan yang ada yang tentunya berorientasi pada sebuah nilai akhir yang baik. Apabila seperti itu halnya, maka ‘sirkulasi’ dari sebuah keberhasilan dan kesuksesan itu akan lancar dan tidak akan ‘macet’ di tengah jalan.
Ketiga, Tangguh Finansial (Mâl). Selain kedua syarat yang harus dimiliki bagi sebuah generasi, untuk menciptakan generasi tangguh ialah tangguh secara finansial. Tidak dapat dimungkiri bahwa ‘materi’ merupakan sebuah penunjang kehidupan dan ‘wasilah’ menggapai ridha Ilahi. Tingkat kemiskinan yang semakin meningkat pada masyarakat kita tentu akan mengganggu stabilitas dari roda kehidupan sehingga tidak menutup kemungkinan semakin meningkat pula jumlah kriminalitas.
Hal ini dikarenakan salah satu yang menyuplai penyebab perbuatan kriminal ialah karena faktor finansial. Untuk dapat membentuk generasi yang tangguh secara finansial, tentunya kita dituntut untuk tidak berpangku tangan (bekerja) memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tentunya, jalan yang ditempuh untuk mendapatkannya haruslah dengan jalan yang sesuai dengan syari’at (Islam). Diperlukan kerja keras untuk mencari rezki yang telah disiapkan Allah SWT bagi siapa yang hendak menjemputnya, tidak hasil mencuri atau korupsi, main ‘sodok’ sana-sini, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW sendiri mencontohkan bahwa ia pun bekerja untuk menutupi kehidupan sehari-harinya (sandang, papan, dan pangan). Allah SWT pun mengisyaratkan dalam al-Quran: “Wa lâ tansa nashîbaka min ad-dunyâ (janganlah kamu melupakan duniamu).” Perlu dicermati bersama bahwa peran kedua syarat yang telah penulis sebutkan diatas memiliki keterkaitan yang amat harmonis; sebagai alat pengontrol. Jangan sampai dengan permasalahan ini (finansial) membuat kita saling bermusuhan apalagi sampai melupakan kita kepada Sang Pemilik segalanya. Na’udzubillâh.
Ikhtitâm, Satukan Tekad!
Masih menjadi pertanyaan besar bagi kita bersama ialah, sudahkah kita menjadi seorang pemuda yang tangguh dalam berbagai hal? Perhatikanlah sisi Emosional-Spiritual, Intelektual, dan Finansial! Karenanya, bersamaan dengan hari sumpah pemuda ini, kebulatan tekad bersama untuk membagun generasi yang tangguh masih menjadi ‘PR’ kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam upaya pembentukan sebuah generasi yang tangguh tidaklah seperti halnya membalikkan telapak tangan. Butuh waktu dan proses yang panjang serta pengorbanan yang berat. Namun, yang perlu digarisbawahi bersama ialah, seseorang tidak akan merasakan manisnya sesuatu sebelum ia merasakan pahitnya. Asal mula sesuatu adalah pahit, yang menjadikan manis ialah nilai perjuangan yang terkandung didalamnya. Sehingga kenikmatan sejatinya ialah bagi mereka yang dalam upaya pendakiannya dilalui dengan cucuran keringat. Hadânâ Allâhu wa iyyakum ajma’în. Wallâhu ’alam bi ash-shawâb.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar