Jumat, 07 Februari 2014

Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Muda (Neolitikum)

Pada Zaman Batu Muda ini manusia dituntut untuk mengatasi tantangan hidup yang lebih keras, disebabkan karena semakin berkembangnya populasi manusia dan semakin bersaing dalam mencari makanan. Tantangan persaingan dalam memenuhi kebutuhan maka tumbuh pemikiran baru untuk menciptakan peralatan yang lebih tepat dan lebih efektif . Supaya cepat dalam menombak binatang maka diperlukan tombak yang tajam, maka tombak yang pada awalnya kurang tajam diasah menjadi halus dan tajam.

Lahirlah seni rupa dengan bahan batu yang telah di perbaharui dengan cara diasah sampai runcing yang digunakn sebagai mata tombak, kapak, dan alat pisau pencukil. Seni lukis pada zaman batu muda ini mengalami perkembangan yang pesat. Mereka melukiskan binatang buruan lebih tampak ekspresif, realis dan dinamis. Binatang tampak sedang jalan, lari atau kesakitan terkena mata tombak dapat dilukiskan secara tepat. Tidak seperti pada Zaman Batu Pertengahan dan Batu Muda, lukisan belum ekspresif dan kaku. Dimensi volume pun dalam lukisan mulai tampak sehingga kesan tiga dimensi tercapai (kesan realis lebih menonjol). Lukisan benar-benar mirip dan hidup.



Zaman Batu Muda
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:
1.    Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
2.    Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa,
3.    Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
4.    Pakaian dari kulit kayu
5.    Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)
c.    Zaman batu muda (neolitikum)
Kira-kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba. Beberapa kebudayaan mereka yang terpenting adalah sudah mengenal pertanian (food producing), berburu, menangkap ikan, memelihara ternak jinak (anjing, babi, dan ayam).
Sistem pertanian dilakukan dengan sederhana. Mereka menanam tanaman untuk beberapa kali dan sesudah itu ditinggalkan. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan melaksanakan sistem pertanian yang sama untuk kemudian berpindah lagi. Bangsa Indonesia Purba telah membentuk masyarakat. Mereka mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang tidak lama. Mereka telah membangun pondok-pondok yang berbentuk persegi empat, didirikan di atas tiang-tiang kayu, diding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah.

Homo soloensis

G.H.R. Von Koeningswald, Oppenorth, dan Ter Haar pada sekitar tahun 1931-1934 mengadakan penelitian di Lembah Sungai Bengawan Solo dan penemuan pertama di Ngandong(Blora) adalah fosil Pithecanthropus Soloensis artinya manusia kera dari Solo, kemudian ditemukan juga jenis Pithecanthropus di Sangiran yang diperkirakan hidup pada 900.000 sampai 200.000 tahun yang lalu diperkirakan terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Cina.

Manusia purba jenis homo soloensis artinya manusia dari Solo, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus Erectus.
b. Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.
c. Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung).
d. Berbadan tegap dengan ketinggian kurang lebih 180 cm.